Kiichiro
Toyoda - Pendiri Toyota. Toyota
dapat dikatakan sebagai sebuah ikon penting yang selalu dikaitkan dengan negeri
matahari terbit, Jepang
Kiichiro Toyoda anak dari seorang pengusaha industri penenunan, juga
seorang tokoh Jepang terkemuka bernama Sakichi Toyoda. Atas gagasan Kiichiro
lah, haluan industri penenunan milik sang ayah diubah menjadi industri
kendaraan, hingga mencapai keberhasilan.
. Orang penting di balik keberhasilan industri mobil Toyota tersebut adalah seorang tokoh Jepang, pendiri Toyota yang bernama Kiichiro
Toyoda (11 Juni 1
Sakichi
Toyoda sendiri adalah seorang penemu dan industrialis terkemuka di Jepang.
Jenis mesin penemuannya yang terkenal adalah mesin tenun otomatis yang langsung
dapat berhenti (disebut jidoka) jika terdapat kerusakan atau masalah.
Prinsip yang terdapat pada mesin jidoka kemudian dipakai juga pada
industri mobil yang dikembangkan oleh Kiichiro. Sakichi Toyoda mempunyai
keturunan yang meneruskan industri yang telah dirintisnya. Hanya saja,
keturunan Sakichi yang mengembangkan industri mobil Toyota, dimulai dari sang anak, Kiichiro.
894 – 27 Maret 1952), seorang pengusaha terkemuka Jepang.
Kiichiro
Toyoda - Pendiri Toyota. Toyota
dapat dikatakan sebagai sebuah ikon penting yang selalu dikaitkan dengan negeri
matahari terbit, Jepang
Kiichiro Toyoda anak dari seorang pengusaha industri penenunan, juga
seorang tokoh Jepang terkemuka bernama Sakichi Toyoda. Atas gagasan Kiichiro
lah, haluan industri penenunan milik sang ayah diubah menjadi industri
kendaraan, hingga mencapai keberhasilan.
. Orang penting di balik keberhasilan industri mobil Toyota tersebut adalah seorang tokoh Jepang, pendiri Toyota yang bernama Kiichiro
Toyoda (11 Juni 1
Sakichi
Toyoda sendiri adalah seorang penemu dan industrialis terkemuka di Jepang.
Jenis mesin penemuannya yang terkenal adalah mesin tenun otomatis yang langsung
dapat berhenti (disebut jidoka) jika terdapat kerusakan atau masalah.
Prinsip yang terdapat pada mesin jidoka kemudian dipakai juga pada
industri mobil yang dikembangkan oleh Kiichiro. Sakichi Toyoda mempunyai
keturunan yang meneruskan industri yang telah dirintisnya. Hanya saja,
keturunan Sakichi yang mengembangkan industri mobil Toyota, dimulai dari sang anak, Kiichiro.
894 – 27 Maret 1952), seorang pengusaha terkemuka Jepang.
Mulanya, seluruh
mobil yang diproduksi oleh TMC akan diberi merek dengan nama Toyoda, sesuai
dengan nama keluarga para pendirinya. Hal ini diperkuat dengan logo perusahaan
sebagai pemenang sayembara pembuatan logo tahun 1936, yang menuliskan nama
‘Toyoda’ dalam satu lingkaran.
Akan tetapi, perkembangan selanjutnya dipilih
nama Toyota
karena alasan lebih sederhana dan ada salah satu anggota keluarga pendirinya
yang menikahi seseorang di luar keluarga Toyoda. Dengan demikian, ketika
perusahaan ini resmi didirikan tahun 1937, dikenal dengan nama TMC, Toyota
Motor Companies.
Selain itu, perubahan nama tersebut memberikan
keuntungan penting pada TMC, karena ‘Toyoda’ berarti ‘tanaman padi yang subur’,
membedakannya dengan sebuah perusahaan pertanian dalam benak orang yang
mendengarnya.
Pada
kenyataannya, operasional TMC dimulai sekitar tiga hingga empat tahun sejak
perusahaan tersebut didirikan secara resmi tahun 1937, dengan dibuatnya jenis
mobil penumpang pertama pada industri mobil tersebut.
TMC terdiri atas
beberapa anak perusahaan, yaitu Toyota
(sendiri dan termasuk mobil dengan merek Scion), Lexus, Daihatsu, dan Hino
Motors. Selain itu juga, terdapat beberapa anak perusahaan non-kendaraan
bermotor (mobil), seperti jasa layanan keuangan dan industri robotika.
TMC dapat dikatakan sebagai salah satu
perusahaan konglomerasi terbesar di dunia. Kiichiro berhasil mewujudkan
industri impiannya, yang kemudian diteruskan secara turun-temurun kepada anak
cucunya.
Ia berhasil
menjunjung lima
prinsip dasar yang dianut dalam perusahaannya tersebut, yaitu challenge
(tantangan), improvement (pengembangan), go and see (terbuka), respect (saling
menghormati), dan teamwork (kerja sama), menjadi sebuah industri kendaraan
bermotor raksasa dunia.
Sakichi Toyoda
bermimpi untuk mendirikan industri kendaraan bermotor yang dikenal tidak hanya
di jepang. Impiannya tersebut berhasil diwujudkan oleh sang anak, Kiichiro
Toyoda hingga tahun 1952.
Pada tahun tersebut Kiichiro meninggal
sehingga tampuk kepemimpinan TMC dialihkan kepada seorang kepercayaannya yang
juga saudara sepupu Kiichiro, yaitu Eiji Toyoda. Ia dipercaya karena berhasil
mengembangkan mobil mewah yang diberi nama dengan ‘Lexus’.
Kiichiro
memiliki tiga orang keturunan, dua orang anak laki-laki dan satu orang cucu
laki-laki. Dua dari tiga keturunannya tersebut ikut serta dalam konglomerasi
perusahaan kendaraan bermobil TMC, yaitu Shoichiro Toyoda (anak) dan Aikio
Toyoda (cucu); Aikio adalah anak laki-laki Shoichiro.
Shoichiro memegang tampuk kepemimpinan TMC
tahun 1982 dan 1992. Sementara Aikio akan memegang tampuk kepemimpinan tersebut
tahun 2009.
Kendaraan pertama yang menggunakan tenaga mesin uap dibuat pada
akhir abad 18. Nicolas-Joseph Cugnot dengan sukses mendemonstrasikan
kendaraan tersebut pada tahun 1769. Peningkatan mesin uap paling dikenal
dikembangkan di Birmingham,
Inggris oleh Lunar Society. Di Birmingham pun mobil tenaga bensin pertama kali dibuat di
Britania pada tahun 1896 oleh Frederick William Lanchester. Paten mobil pertama di Amerika Serikat diberikan
kepada Oliver Evans pada 1789. Pada tahun 1804 Evans
mendemonstrasikan mobil pertamanya di AS, yang juga merupakan kendaraan amfibi pertama
yang kendaraan tenaga-uapnya sanggup jalan di darat menggunakan roda dan di air
menggunakan roda padel.
Baron Karls Drais von
Sauerbronn atau Karl Drais lahir pada tanggal 29 April 1785 di
Karlsruhe, Jerman, tercatat sebagai penemu sepeda yang pertama. Drais
berhasil melakukan terobosan penting,yang ternyata merupakan peletak dasar
perkembangan sepeda selanjutnya. Oleh Von Drais, Hobby Horse dimodifikasi
hingga akhirnya mempunyai mekanisme kemudi pada bagian roda depan. bentuknya
sepeda beroda tiga, bentuk awal dari sepeda, namun tanpa pedal.
sebab dari
penemuannya adalah adanya anomali iklim 1816, Tahun tanpa musim panas di
sebabkan karena letusan maha dahsyat Gunung Tambora di Indonesia menyebabkan
transportasi di Eropa terganggu akibat kegagalan panen dan kelaparan kuda, dan
inilah penyebab dari penemuan Drais 'dari sepeda beroda tiga tersebut
Pada tanggal 12
Januari 1818, Drais
Sepeda
motor kini mungkin menjadi salah satu alat trasportasi yang paling diminati di
dunia khususnya di Indonesia.
Coba kalian perhatikan di jalan raya, begitu banyak sepeda motor yang melintas
atau yang sedang antre saat lampu merah sedang menyala.
Tahukah
kalian darimana asalnya sepeda motor, siapa-siapa saja yang berperan dalam
perkembangan sepeda motor dan bagaimana sejarahnya hingga sepeda motor masuk ke
Indonesia?
Ada tiga orang yang diakui sebagai penemu
sepeda motor yaitu, Ernest Michaux ( Perancis), Edward Butler (Inggris), dan
Gottlieb Daimler (Jerman). Sepeda motor pertama kali dirancang pada tahun 1868
oleh Ernest Michaux berkebangsaan Perancis. Pada waktu itu,tenaga penggerak
yang direncanakannya adalah mesin uap namun proyek ini tidak berhasil. Kemudian
pada tahun 1885 Edward Butler mencoba menyempurnakannya dengan membuat
kendaraan lain yang mempergunakan tiga roda dan digerakan dengan menggunakan
motor dari jenis mesin pembakaran dalam.
Pada
tahun 1885 seorang ahli mesin Jerman Gottlieb Daimler dan mitranya, Wilhelm
Maybach menjadi perakit motor pertama kali di dunia. Daimler memasangkan mesin
empat langkah berukuran kecil pada sebuah sepeda kayu. Mesin diletakkan di
tengah (di antara roda depan dan belakang) dan dihubungkan dengan rantai ke
roda belakang. Kemudian sepeda kayu bermesin itu diberi nama Reitwagen (riding
car).
ada
waktu itu jenis kendaraan ini belum dikenal masyarakat banyak. Sampai pada
tahun 1892, Henry Hilderband dari Munich,
Jerman Barat memperkenalkan sepeda motor model baru. Dan disusul lagi oleh
Werner Brothers pada tahun 1897. Sepeda motor pertama yang dijual untuk umum
dibuat oleh pabrik sepeda motor Hildebrand und Wolfmüller di Muenchen, Jerman
pada tahun 1893. Roda belakang sepeda motor ini digerakkan langsung oleh kruk
as (crankshaft).
Pada
tahun 1895 sepeda motor pertama kali masuk ke Amerika Serikat, tepatnya ke kotaNew York.
Pada tahun yang sama, seorang penemu Amerika Serikat, EJ Pennington, di
Milwaukee, mendemonstrasikan sepeda motor yang didesain sendiri. Pada akhirnya
Pennington dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan istilah
motorcycle (sepeda motor).
Pada
tahun yang sama, Triumph, sebuah perusahaan pembuat sepeda di Inggris
memutuskan untuk membuat sepeda motor. Empat tahun sesudahnya, 1902, perusahaan
itu memproduksi sepeda motornya yang pertama namun masih menggunakan mesin dari
Belgia. Kemudian pada tahun 1905, Triumph memproduksi sepeda motor secara utuh
sendiri.
Tahun
1903, William S Harley dan sahabatnya, Arthur Davidson, memproduksi sepeda
motor di Milwaukee, Amerika Serikat, dan menamakan sepeda motor itu Harley
Davidson. Tahun 1904, perusahaan Amerika Serikat lain, Indian Motorcycle
Manufacturing Company, yang berlokasi di Springfield,
Massachusetts,
muncul dengan sepeda motor Indian Single.
Kemudian
sampai Perang Dunia I (1914-1918), perusahaan ini menjadi pabrik sepeda motor
dengan produksi yang terbesar di dunia. Indian Motorcycle Manufacturing Company
tutup pada tahun 1953 dan merek Indian diambil alih ole
Setelah
Perang Dunia I sampai tahun 1928, perusahaan yang memproduksi sepeda motor
terbesar di dunia adalah Harley Davidson. Pada tahun 1921, sepeda motor BMW
hadir dengan roda belakang yang digerakkan menggunakan koppel (shaft drive).
Pada tahun 1930-an ada sekitar 80 merek sepeda motor di Inggris, di antaranya
Norton, Triumph, AJS, dan merek-merek lainnya yang tidak begitu terkenal,
seperti New Gerrard, NUT, SOS, Chell, dan Whitwood.
Perkembangan
sepeda motor di Eropa, juga dipicu oleh Perang Dunia II (1939-1945), di mana
sepeda motor dibuat untuk keperluan militer. Seusai Perang Dunia II, tahun
1946, desainer Italia, Piaggio, memperkenalkan skuter Vespa dan langsung
menarik perhatian dunia.
Pada
tahun 1949, Honda memproduksi sepeda motor dengan mesin dua langkah. Namun,
suara mesin dua langkah yang berisik dan asap yang berbau tajam yang keluar
dari knalpot membuat Honda mengembangkan mesin empat langkah.
Tahun
1951, BSA Group (Inggris) membeli Triumph Motorcycles dan menjadi produsen
sepeda motor terbesar di dunia. Kemudian kedudukan BSA diambil alih oleh NSU
(Jerman) tahun 1955. Namun, sejak tahun 1970-an hingga kini, Honda tercatat
sebagai produsen sepeda motor terbesar di dunia.
Tahun
1952, Honda memproduksi sepeda motor bebek yang dikenal dengan nama cub.
Kepopuleran sepeda motor jenis bebek ini membuat perusahaan sepeda motor asal
Jepang lainnya seperti Kawasaki,
Yamaha, dan Suzuki meniru model sepeda motor jenis bebek ini.
Sosok
yang menarik, mesin yang handal dan mudah dirawat, serta harga yang bersaing
membuat sepeda motor asal Jepang, yakni Honda, Suzuki, Yamaha, dan Kawasaki,
sangat populer dan sampai kini mendominasi pasar sepeda motor dunia. Namun,
nama-nama Harley Davidson tetaplah merupakan sepeda motor yang populer,
terutama di Amerika Serikat. Demikian juga dengan BMW, Triumph, dan Ducati.
Sepeda
motor pertama kali masuk ke Indonesia
pada tahun 1893. Sepeda motor tersebut dibeli oleh John C Potter, seorang
masinis pertama pabrik gula Oemboel, Probolinggo, Jawa Timur. Ia memesan sendiri
sepeda motor itu langsung ke pabriknya di Muenchen.
Nah,
sekarang kalian jadi tahu kan
sejarah sepeda motor di dunia. Bagaimana dengan sejarah transportasi jenis
lainnya? Ayo jelajahi lagi website ini yah…
Dari berbagai sumber
dianugerahi sebuah penghormatan dengan gelar duke sebagai
imbalan atas penemuannya. Baden tidak memiliki
hak paten atas penemuannya pada waktu itu. Grand Duke Karl Drais kemudian juga
ditunjuk sebagai Profesor Mekanika. Ini hanyalah sebuah gelar kehormatan, tidak
berhubungan dengan universitas atau lembaga lain. Drais pensiun dari layanan
sipil dan terus menerima gaji sebagai atas penemuannya. Sejarah
Ditemukannya Sepeda Motor
Apabila telah nampak tanda-tanda ajal telah tiba,
maka tindakan yang sunah dilakukan oleh orang yang menunggu adalah sebagai
berikut:
1.Membaringkan muhtadlir pada lambung
sebelah kanan dan menghadapkannya ke arah qiblat. Jika tidak
memungkinkan semisal karena tempatnya terlalu sempit atau ada semacam gangguan
pada lambung kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung sebelah kiri, dan bila
masih tidak memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap kiblat dengan memberi
ganjalan di bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
2.Membaca surat Yasin dengan suara agak keras, dan
surat Ar Ra’du dengan suara pelan. Faedahnya adalah untuk mempermudah keluarnya
ruh. Nabi saw. bersabda:
اِقْرَؤُاْ يٰس عَلَى مَوْتٰاكُمْ. (رواه أبو داود)
“Bacakanlah surat
yasin atas orang-orang (yang akan) mati kalian”. (HR. Abu Dawud)
Bila tidak bisa membaca keduanya, maka cukup
membaca surat Yasin saja.
3.Mentalqin
kalimat tahlil dengan santun, tanpa ada kesan memaksa. Nabi Muhammad
saw. bersabda:
“Barangsiapa ucapan
terakhirnya kalimat laailaha illallah, maka ia akan masuk surga”. (HR.
Hakim)
Dalam mentalqin, pentalqin (mulaqqin
) tidak perlu menambah kata, kecuali muhtadlir (orang yang akan
mati) bukan seorang mukmin, dan ada harapan akan masuk Islam. Talqin
tidak perlu diulang kembali jika muhtadlir telah mampu mengucapkannya,
selama ia tidak berbicara lagi. Sebab, tujuan talqin adalah agar
kalimat tahlil menjadi penutup kata yang terucap dari mulutnya.
4.Memberi minum apabila melihat bahwa ia
menginginkannya. Sebab dalam kondisi seperti ini, bisa saja syaitan menawarkan
minuman yang akan ditukar dengan keimanannya.
5.Orang yang menunggu tidak diperbolehkan
membicarakan kejelekannya, sebab malaikat akan mengamini perkataan
mereka.
Sesaat Setelah Ajal Tiba
Setelah muhtadlir dipastikan meninggal,
tindakan selanjutnya yang sunah untuk dilakukan adalah sebagai berikut:
2.Mengikat
rahangnya ke atas kepala dengan kain yang agak lebar supaya mulutnya tidak
terbuka.
3.Melemaskan sendi-sendi tulangnya dengan
melipat tangan ke siku, lutut ke paha dan paha ke perut. Setelah itu dibujurkan
kembali dan jari-jari tangannya dilemaskan. Bila agak terlambat sehingga
tubuhnya kaku, maka boleh menggunakan minyak atau yang lainnya untuk melemaskan
sendi-sendi tulang mayit. Faedah dari pelemasan ini adalah mempermudahkan
proses memandikan dan mengkafani.
4.Melepas pakaian secara perlahan, kemudian
menggantinya dengan kain tipis yang dapat menutup seluruh tubuhnya, yang
ujungnya diselipkan di bawah kepala dan kedua kakinya. Kecuali apabila ia
sedang melaksanakan ihram, maka kepalanya harus dibiarkan terbuka.
5.Meletakkan benda seberat dua puluh dirham (20x2,75
gr = 54,300 gr) atau secukupnya di atas perutnya dengan dibujurkan dan diikat
agar perutnya tidak membesar.
6.Meletakkan mayit di tempat yang agak tinggi agar
tidak tersentuh kelembaban tanah yang bisa mempercepat rusaknya badan.
7.Dihadapkan
ke arah qiblat sebagaimana muhtadlir.
8.Segera
melakukan perawatan pada mayit, dan melaksanakan wasiatnya.
9.Membebaskan
segala tanggungan hutang dan lainnya.
Tajhizul
Jenazah (Merawat Mayit)
Tajhizul jenazah
adalah merawat atau mengurus seseorang yang telah meninggal. Perawatan di sini
berhukum fardlu kifayah, kecuali bila hanya terdapat satu orang saja,
maka hukumnya fardlu ‘ain.
Hal-hal yang harus dilakukan saat merawat jenazah sebenarnya meliputi lima
hal, yaitu:
1.Memandikan
2.Mengkafani
3.Menshalati
4.Membawa
ke tempat pemakaman
5.Memakamkan
Namun, karena kewajiban membawa jenazah ke tempat
pemakaman merupakan kelaziman dari kewajiban memakamkannya, kebanyakan ahli
fiqih tidak mencantumkannya. Sehingga perawatan mayit hanya meliputi empat hal,
yakni memandikan, mengkafani, menshalati dan memakamkannya.
Dari keempat hal yang diwajibkan di atas, pada
taraf praktek terdapat beberapa pemilahan sebagai berikut:
1.Orang
Muslim
a.Muslim
yang bukan syahid
Kewajiban yang harus dilakukan adalah:
1.Memandikan.
2.Mengkafani.
3.Menshalati.
4.Memakamkan.
b.Muslim yang syahid duniaatau
syahid dunia-akhirat, mayatnya haram dimandikan dan dishalati, sehingga
kewajiban merawatnya hanya meliputi:
a.Menyempurnakan kafannya jika pakaian yang
dipakainya tidak cukup untuk menutup seluruh tubuhnya.
b.Memakamkan.
2.Bayi
yang terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu)
Dalam kitab-kitab salafy
dikenal tiga macam kondisi bayi, yakni:
a.Lahir
dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan jenazah muslim dewasa.
b.Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak
tanda-tanda kehidupan. Hal-hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban
terhadap jenazah muslim dewasa, selain menshalati.
c.Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang
demikian, tidak ada kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan
membungkus dan memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir
dalam keadaan hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama dengan orang
dewasa.
3.Orang
Kafir
Dalam hal ini orang kafir
dibedakan menjadi dua:
a.Kafir dzimmi
(termasuk kafir muaman dan mu’ahad)
Hukum menshalati mayit kafir adalah haram, adapun hal yang
harus dilakukan pada mayat kafir dzimmi adalah mengkafani dan memakamkan.
b.Kafir harbi
dan Orang murtad
Pada dasarnya tidak ada kewajiban apapun atas perawatan
keduanya, hanya saja diperbolehkan untuk mengkafani dan memakamkannya.
Memandikan
Seperangkat peralatan yang harus disiapkan sebelum
memandikan mayit adalah daun kelor (Jawa: widara), sabun, sampo, kaos
tangan, handuk, kapur barus, air bersih dan sebagainya.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses memandikan mayit
adalah:
a.Orang yang memandikan harus sejenis
Maksudnya bila mayitnya laki-laki yang
memandikan harus laki-laki begitu pula apabila mayitnya perempuan, kecuali
apabila masih ada ikatan mahrom, suami-istri, atau mayit adalah anak
kecil yang belum menimbulkan syahwat. Bila tidak ditemukan orang yang boleh
memandikan, maka mayit cukup ditayamumi dengan ditutup semua anggota tubuhnya
selain anggota tayamum, dan yang mentayamumi harus memakai alas tangan.
Urutan orang yang lebih utama memandikan
mayit laki-laki adalah ahli waris ashabah laki-laki, kerabat lai-laki
yang lain, istri, orang laki-laki lain. Waris ashabah yang dimaksud
adalah:
1.Ayah
2.Kakek
dan seatasnya
3.Anak
laki-laki
4.Cucu
laki-laki dan sebawahnya
5.Saudara
laki-laki kandung
6.Saudara
laki-laki seayah
7.Anak
dari saudara laki-laki kandung
8.Anak
dari saudara laki-laki seayah
9.Saudara
ayah kandung
10.Saudara
ayah seayah
Bagi mayit perempuan, yang paling utama
memandikannya adalah perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dan ikatan mahram
dengannya; seperti anak perempuan, ibu dan saudara perempuan.
b.Orang yang
memandikan dan yang membantunya memiliki sifat amanah, dalam artian:
1.Kemampuan dalam memandikan mayit tidak diragukan
lagi.
2.Apabila ia memberikan suatu kegembiraan yang
tampak dari mayit, maka beritanya dapat dipercaya. Sebaliknya, jika ia melihat
hal-hal buruk dari diri mayit, maka ia mampu merahasiakannya. Nabi Muhammad saw
bersabda:
“Sebutkanlah kebaikan-kebaikan orang yang mati
diantaramu dan jagalah kejelekan-kejelekannya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tempat
Memandikan
Prosesi memandikan dilaksanakan pada tempat yang
memenuhi kriteria berikut:
1.Sepi, tertutup dan tidak ada orang yang masuk,
kecuali orang yang memandikan dan orang yang membantunya.
2.Ditaburi
wewangian untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh mayit.
EtikaMemandikan
1.Haram melihat aurat mayit,
kecuali untuk kesempurnaan memandikan. Seperti untuk memastikan bahwa air yang
disiramkan sudah merata, atau untuk menghilangkan kotoran yang bisa mencegah
sampainya air pada kulit.
2.Wajib memakai alas tangan saat menyentuh aurat
mayit, dan sunah memakainya ketika menyentuh selainnya.
3.Mayit dibaringkan dan diletakkan di tempat yang
agak tinggi, seperti di atas dipan atau di pangku oleh tiga atau empat orang
dengan posisi kepala lebih tinggi dari tubuh. Hal ini untuk mencegah mayit dari
percikan air.
4.Mayit dimandikan dalam keadaan tertutup semua
anggota tubuhnya. Bila tidak memungkinkan atau mengalami kesulitan, maka cukup
menutup auratnyasaja.
5.Disunahkan
menutup wajah mayit mulai awal sampai selesai memandikan.
6.Disunahkan pula memakai air dingin yang tawar,
karena lebih bisa menguatkan daya tahan tubuh mayit, kecuali jika cuaca dingin,
maka boleh memakai air hangat.
7.Menggunakan
tempat air yang besar, dan diletakkan agak jauh dari mayit.
Tata-cara Memandikan
1.
Batas Minimal
Memandikan mayit sudah
dianggap cukup apabila sudah melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a)Menghilangkan
najis yang ada pada tubuh mayit.
b)Menyiramkan air secara merata pada anggota tubuh
mayit, termasuk juga bagian farjitsayyib (kemaluan wanita
yang sudah tidak perawan) yang tampak saat duduk, atau bagian dalam alat
kelamin laki-laki yang belum dikhitan.
Catatan:
Bila terdapat najis yang sulit dihilangkan, semisal najis di
bawah kuncup, maka menurut Imam Romli, setelah mayit tersebut dimandikan, maka
langsung dikafani dan dimakamkan tanpa dishalati. Namun, menurut Ibnu Hajar,
bagian yang tidak terbasuh tersebut bisa diganti dengan tayamum sedangkan najisnya berhukum ma’fu.
Adapun
cara mentayamumkan mayit adalah sebagai
berikut:
1)Menepukkan
kedua tangan pada debu disertai dengan niat sebagai berikut:
Niat ini harus terus berlangsung (istidamah) sampai kedua telapak
tangan orang tersebut mengusap wajah mayit.
2)Menepukkan kedua telapak tangan pada debu
yang digunakan untuk mengusap kedua tangan mayit, tangan kiri untuk mengusap
tangan kanan mayit, dan tangan kanan untuk mengusap tangan kirinya.
2.
Batas Kesempurnaan
Memandikan mayit dianggap
sempurna apabila melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a)Mendudukkan
mayit dengan posisi agak condong ke belakang.
b)Pundak mayit disanggah tangan kanan, dengan
meletakkan ibu jari pada tengkuk mayit, dan punggung mayit disanggah dengan
lutut.
c)Perut mayit dipijat dengan tangan kiri secara
perlahan, supaya kotoran yang ada pada perutnya bisa keluar.
d)Mayit
diletakkan kembali ke posisi terlentang, kemudian dimiringkan ke kiri.
e)Membersihkan gigi dan kedua lubang hidung mayit,
dengan jari telunjuk tangan kiri yang beralaskan kain basah yang tidak
digunakan untuk membersihkan qubul dan dubur.
f)Mewudlukan mayit. Adapun rukun dan kesunahannya
sama persis dengan wudlunya orang hidup. Hanya saja, saat berkumur disunahkan
tidak membuka mulut mayit agar airnya tidak masuk ke dalam perut. Hal ini
apabila tidak terdapat hajat untuk membukanya.
g)Mengguyurkan air ke kepala dan jenggot mayit
dengan memakai air yang telah dicampur daun kelor atau sampo.
h)Menyisir rambut dan jenggot mayit yang tebal
secara pelan-pelan, dengan menggunakan sisir yang longgar gigirnya, agar tidak
ada rambut yang rontok. Bila ada rambut atau jenggot yang rontok, maka wajib
diambil dan dikubur bersamanya.
i)Mengguyur bagian depan tubuh mayit sebelah kanan,
mulai leher sampai telepak kaki, dengan memakai air yang telah dicampur daun
kelor atau sabun. Begitu pula bagian sebelah kirinya.
j)Mengguyur bagian belakang tubuh mayit sebelah
kanan, dengan posisi agak dimiringkan, mulai tengkuk, punggung sampai telapak
kaki. Begitu pula bagian sebelah kirinya.
k)Mengguyur seluruh tubuh mayit dengan menggunakan
air yang jernih, untuk membersihkan sisa-sisa daun kelor, sabun, dan sampo pada
tubuh mayit.
l)Mengguyur seluruh tubuh mayit dengan air
yang dicampur sedikit kapur barus. Dengan catatan, saat meninggal mayit tidak
dalam keadaan ihram. Saat basuhan terakhir ini, sunah membaca niat:
Pada dasarnya tujuan mengkafani adalah menutup
seluruh bagian tubuh mayit. Walaupun demikian para fuqaha’ memberi
batasan tertentu sesuai dengan jenis kelamin mayit. Batasan-batasan tersebut
adalah sebagai berikut:
1.Batas
Minimal
Batas
minimal mengkafani mayit, baik laki-laki ataupun perempuan, adalah selembar
kain yang dapat menutupi seluruh tubuh mayit.
2.Batas Kesempurnaan
a)Bagi mayit laki-laki
Bagi mayit laki-laki yang lebih
utama adalah 3 lapis kain kafan dengan ukuran panjang dan lebar sama, dan boleh
mengkafani dengan 5 lapis yang terdiri dari 3 lapis kain kafan ditambah
surban dan baju kurung, atau 2 lapis kain kafan ditambah surban, baju kurung
dan sarung.
b)Bagi mayit perempuan
Bagi mayit perempuan atau banci, kafannya adalah 5 lapis yang terdiri dari 2 lapis kain kafan
ditambah kerudung, baju kurung dan sewek.
Kain kafan yang dipergunakan
hendaknya berwarna putih dan diberi wewangian, bila mengkafani lebih dari
ketentuan batas maka hukumnya makruh, sebab dianggap berlebihan.
Cara-cara Praktis Mengkafani Mayit
Menyiapkan 5 lembar kain berwarna putih yang
terdiri dari surban atau kerudung, baju kurung, sarung atau sewek, dan
2 lembar kain untuk menutup seluruh tubuh mayit. Untuk memudahkan proses
mengkafani, urutan peletakannya adalah sebagai berikut:
1.Tali.
2.Kain
kafan pembungkus seluruh tubuh.
3.Baju
kurung.
4.Sarung
atau sewek.
5.Sorban
atau kerudung.
6.Setelah kain kafan diletakkan di tempatnya,
letakkan mayit yang telah selesai dimandikan dengan posisi terlentang di
atasnya dalam keadaan tangan disedekapkan.
7.Letakkan
kapas yang telah diberi wewangian pada anggota tubuh yang berlubang, anggota
tubuh ini meliputi:
a)Mata
b)Lubang
hidung
c)Telinga
d)Mulut
e)Dubur
Demikian juga pada anggota sujud, meliputi:
a)Jidat
b)Hidung
c)Kedua
siku
d)Telapak
tangan
e)Jari-jari
telapak kaki
8.Mengikat
pantat dengan kain sehelai.
9.Memakaikan
baju kurung, sewek atau sarung, dan surban atau kerudung.
10.Mayit dibungkus dengan kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya, dengan cara melipat lapisan pertama, dimulai dari sisi kiri
dilipat ke sisi kanan, kemudian sisi kanan dilipat ke kiri. Begitu pula untuk
lapis kedua dan ketiga.
11.Mengikat
kelebihan kain di ujung kepala dan kaki (dipocong), dan diusahakan pocongan
kepala lebih panjang.
12.Setelah ujug kepala dan ujung kaki diikat,
sebaiknya ditambahkan ikatan pada bagian tubuh mayit; seperti perut dan dada,
agar kafan tidak mudah terbuka saat dibawa ke pemakaman.
Menshalati
Hal-hal yang berkaitan dengan menshalati mayit
secara garis besar ada tiga, yakni syarat, rukun, dan hal-hal yang disunahkan
di dalamnya, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.Syarat
Shalat Mayit
a)Mayit
telah disucikan dari najis baik tubuh, kafan maupun tempatnya.
b)Orang
yang menshalati telah memenuhi syarat sah shalat.
c)Bila mayitnya hadir, posisi mushalli
harus berada di belakang mayit. Adapun aturannya adalah sebagai berikut:
1)Mayit
laki-laki:
Mayit dibaringkan dengan meletakkan kepada di
sebelah utara. Imam atau munfarid berdiri lurus dengan kepala mayit.
2)Mayit
perempuan
Cara peletakkan mayit sama dengan mayit laki-laki,
sedangkan imam atau munfarid berdiri lurus dengan pantat mayit.
d)Jarak antara mayit dan mushalli tidak
melebihi 300 dziro’ atau sekitar 150 m. Hal ini jika shalat dilakukan
di luar masjid.
e)Tidak ada penghalang antara keduanya; misalnya
seandainya mayit berada dalam keranda, maka keranda tersebut tidak boleh
dipaku.
f)Bila
mayit hadir, maka orang yang menshalati juga harus hadir di tempat tersebut.
Adapun urutan orang yang lebih utama dan berhak
menjadi imam shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1.Ayah.
2.Kakek
dan seatasnya.
3.Anak
laki-laki.
4.Cucu
laki-laki dan sebawahnya.
5.Saudara
laki-laki kandung.
6.Saudara
laki-laki seayah.
7.Anak
dari saudara laki-laki kandung.
8.Anak
dari saudara laki-laki seayah.
9.Saudara
ayah kandung.
10.Saudara
ayah seayah.
11.Orang
laki-laki yang memiliki hubungan kerabat.
Teknis Pelaksanaan
1.Takbiratul ihram bersamaan dengan niat shalat.
2.Membaca
ta’awwudz dan surat Al Fatihah dengan suara pelan.
3.Takbir
kedua.
4.Membaca
hamdalah dan shalawat secara sempurna.
5.Takbir
ketiga.
6.Membaca
do’a secara sempurna.
7.Takbir
keempat.
8.Membaca
do’a.
9.Membaca
salam dengan sempurna.
Proses Pemberangkatan Jenazah
Pelepasan Mayit
Setelah selesai shalat, keranda mayit diangkat,
setelah itu salah satu wakil dari keluarga memberikan kata sambutan pelepasan
mayit, yang isinya meliputi:
a)Permintaan maaf kepada para hadirin dan teman
keseharian atas kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan mayit.
b)Pemberitahuan
tentang pengalihan urusan hutang piutang kepada ahli waris.
c)Penyaksian
atas baik dan buruknya mayit.
Sambutan-sambutan di atas hendaknya tidak terlalu
panjang, sebab sunah sesegara mungkin membawa mayit ke pemakaman.
Cara Mengantar Jenazah
Pada dasarnya dalam mengusung mayit diperbolehkan
dengan berbagai cara, asalkan tidak ada kesan meremehkan mayit. Namun, sunah
untuk meletakkan mayit di keranda, dengan diusung oleh tiga atau empat orang
laki-laki. Dalam pengusungan ini, posisi kepala mayit berada di depan.
Etika Pengiring Jazanah
1.Para penggiring jenazah hendaknya berada di depan dan di dekat mayit.
2.Makruh
mengeraskan suara, kecuali bacaan Al Qur’an, dzikir atau shalawat Nabi.
3.Berjalan
kaki lebih utama daripada berkendaraan, bahkan hukumnya bila tidak ada udzur.
4.Makruh
mengiring mayit bagi orang perempuan.
5.Bertafakkur
tentang kematian dan memperbanyak dzikir.
6.Bagi
orang yang melihat mayit sunah untuk membaca:
7.Bagi
orang yang melihat iring-iringan mayit hendaknya berdiri dan ikut mengiring.
Pemakaman Mayit
1.Persiapan
Sebelum
mayit diberangkatkan ke pemakaman, liang kubur, semua peralatan pemakaman harus
sudah siap.
2.Liang
Kubur
a)Bentuk
Dalam kitab kuning dikenal dua jenis liang kubur:
1)Liang
cempuri
Yakni liang kubur yang bagian tengahnya digali
sekiranya cukup untuk menaruh mayit. Model ini untuk tanah yang gembur.
2)Liang
lahat
Yakni liang kubur yang sisi sebelah baratnya
digali sekiranya cukup untuk menaruh mayit. Model ini untuk tanah yang keras.
Pada dasarnya liang ini lebih utama daripada liang cempuri.
b)Ukuran
1)Batas
minimal
Batas
minimal liang kubur adalah membuat lubang yang dapat mencegah keluarnya bau
mayit serta dapat mencegah dari binatang buas.
2)Batas
kesempurnaan
Batas kesempurnaan liang
kubur adalah membuat liang dengan ukuran sebagai berikut:
a)Panjang
Sepanjang mayit ditambah
tempat yang cukup untuk orang yang menaruh mayit.
b)Lebar
Seukuran tubuh mayit ditambah tempat yang sekiranya cukup
untuk orang yang menaruh mayit.
c)Dalam
Setinggi postur tubuh
manusia ditambah satu hasta.
Prosesi Pemakaman
Dalam praktek pemakaman mayit dalam dapat
dilakukan prosesi sebagai berikut:
1.Sesampainya mayit di tempat pemakaman, keranda
diletakkan pada arah posisi peletakkan kaki mayit.
2.Jenazah dikeluarkan dari keranda, dimulai dari
kepalanya, lalu diangkat dengan posisi agak miring dan wajah jenazah menghadap
qiblat secara pelan-pelan.
3.Jenazah diserahkan pada orang yang yang sudah
bersiap-siap dalam liang untuk menguburnya. Hal ini dilakukan oleh tiga orang,
orang pertama menerima bagian kepala, orang kedua bagian lambung, dan orang
ketiga bagian kaki.
4.Bagi
orang yang menerima mayit disunahkan membaca do’a:
5.Dan
bagi orang yang meletakkan disunahkan membaca:
بِاسْمِ اللهِ وَعَلٰى
مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.
6.Kemudian mayit diletakkan di liang kubur dan
dihadapkan ke arah qiblat dengan posisi miring pada lambung sebelah
kanan.
7.Menyandarkan wajah dan
kaki pada dinding bagian dalam liang.
8.Memberi
bantalan tanah liat pada bagian kepala.
9.Mengganjal bagian punggungnya dengan gumpalan
tanah atau batu bata agar mayit tetap dalam posisi miring menghadap kiblat.
10.Membuka simpul, terutama bagian atas, kemudian
meletakkan pipinya pada bantalan tanah liat yang telah ada.
11.Salah satu pengiring mengumandangkan adzan dan iqamah
di dalam liang kubur. Adapun lafadznya sama dengan lafadz adzan dan iqamah
dalam shalat.
12.Bagian atas mayit ditutup dengan papan atau bambu
sampai rapat, kemudian liang kubur ditimbun dengan tanah.
13.Membuat gundukan setinggi satu jengkal dan
memasang dua batu nisan, satu lurus dengan kepala dan satunya lagi lurus dengan
kaki mayit.
14.Menaburkan
bunga, memberi minyak wangi dan memercikan air di atas makam.
15.Selanjutnya, salah satu pihak keluarga atau orang
ahli ibadah melakukan prosesi talqin mayit. Kesunahan mentalqin
ini hanya berlaku bagi mayit dewasa dan tidak gila.
16.Mulaqin duduk dengan posisi menghadap muka kepala mayit, sedangkan para hadirin
dalam posisi berdiri.
17.Mulaqin mulai membaca bacaan talqin sebanyak tiga
kali. Adapun contoh bacaan talqin adalah:
18.Setelah liang kubur ditutup, sebelum ditimbun
dengan tanah, para pengiring disunahkan mengambil tiga genggam tanah bekas
galian kemudian menaburkannya ke dalam liang kubur.
20.Setelah
selesai berdo’a secukupnya, para hadirin pulang.
Mati Syahid
Disebut syahid, sebab Allah dan RasulNya
telah bersaksi bahwa orang tersebut nantinya akan masuk surga, atau sebab pada
waktu akan meninggal dia telah melihat surga. Adapun pembagiannya sebagai
berikut:
1.Syahid dunia-akhirat, yakni orang yang meninggal dalam peperangan dengan niat
untuk menegakkan agama Allah swt.
2.Syahid dunia, yakni orang yang mati dalam
peperangan dengan niat mencari kehidupan dunia.
3.Syahid akhirat, yakni orang yang meninggal sebab semisal mencari ilmu, kebakaran,
kebanjiran dan sebagainya.
Bagi syahid yang masuk kriteria pertama,
dan kedua, tidak diperbolehkan untuk dimandikan dan dishalati. Sebagaimana
keterangan yang telah lalu.
والله أعلم بالصواب
Bagi yang browsernya tidak support font traditional arabic, dapat melihat disini untuk lebih
jelasnya.
Pengurusan Jenazah
i
1 Votes
A. KEUTAMAAN MENGURUS JENAZAH Rasulallah Shallallaahu ’AlaihiWa Sallam bersabda:
“Barangsiapa memandikan
(jenazah) seorang muslim seraya menyembunyikan (aib)nya dengan baik,
maka Allah akan memberikan ampunan empat puluh kali kepadanya.
Barangsiapa membuatkan lubang untuknya lalu menutupinya,
maka akan diberlakukannya pahala seperti pahala orang yang memberikan
tempat tinggal kepadanya sampai hari kiamat kelak. Barangsiapa mengkafaninya,
niscaya Allah akan memakaikannya sundus (pakaian dari kain sutera
tipis) dan istabraq (pakaian sutera tebal) Surga di hari kiamat
kelak.”
(HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi.
Al-Hakim berkata; Shahih dengan syarat Muslim. Dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
B. PIHAK YANG BERHAK MENGURUSI JENAZAH
Hendaknya yang mengurusi jenazah
adalah orang yang lebih mengetahui sunnahnya dengan tingkatan sebagai berikut;
Jenazah laki-laki diurusi oleh orang yang telah ditunjuk oleh
si mayit sendiri sebelum wafatnya (berdasarkan wasiatnya). Kemudian
Bapaknya, lalu anak laki-lakinya, kemudian keluarga terdekat si mayit.
Jenazah wanita diurusi oleh orang yang telah ditunjuk oleh si
mayit sendiri sebelum wafatnya (berdasarkan wasiatnya). Kemudian Ibunya,
kemudian anak wanitanya, kemudian keluarga terdekat si mayit.
Suami diperbolehkan mengurusi jenazah istrinya, begitu pula
sebaliknya.
Adapun jenazah anak yang belum baligh dapat diurusi oleh kaum
laki-laki atau perempuan karena tidak ada batasan aurat bagi mereka.
Apabila seorang lelaki wafat di antara kaum wanita (tanpa ada
seorang lelaki muslim pun bersama mereka dan tanpa ada istrinya atau
ibunya) demikian pula sebaliknya maka cukup ditayamumkan saja.
Seorang muslim tidak
diperbolehkan mengurusi jenazah orang kafir (QS. At-Taubah ; 84)
C. ALAT DAN BAHAN YANG DIPERLUKAN
Gunting, untuk menggunting pakaian si mayit sebelum
dimandikan.
Sarung
tangan bagi petugas yang memandikan mayit.
Sabut penggosok (spons).
Alat
penumbuk dan cawan besar untuk menghaluskan kapur barus.
Perlak plastik atau sejenisnya.
Sidr
(perasan daun bidara), bila sulit didapatkan boleh menggantinya dengan
shampoo dan sabun.
Kapur
barus.
Masker
bagi petugas.
Kapas.
10. Air.
11. Minyak wangi kesturi.
12. Plester perekat.
13. Gunting kuku dan rambut.
14. Handuk atau sejenisnya
15. Sisir
16. Kain kafan; dua lembar
berwarna putih bersih dan satu kain putih bergaris (hibarah) atau tiga
lembar seluruhnya berwarna putih bersih bagi laki-laki.
D. TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH
Menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Melepas
pakaiannya (dengan menggunakan gunting) serta menutupinya dari pandangan
orang banyak.
Hendaknya melemaskan persendian si mayit, memotong kumisnya,
kukunya dan bulu ketiaknya jika kebetulan panjang. Sedangkan bulu kemaluan
tidak boleh dipotong karena termasuk aurat yang vital.
Mengangkat kepalanya sampai seolah-olah dalam posisi duduk,
lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang
masih tersisa dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk
membersihkan kotoran yang keluar.
Petugas menggunakan sarung tangan untuk membersihkan jasad si
mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau
menyentuh langsung auratnya. Dianjurkan air yang dipakai adalah air yang
sejuk, kecuali bila dibutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran yang
melekat di jasad si mayit. Namun jangan mengerik atau menggosok mayit
dengan keras.
Kemudian mengucapkan basmalah dan mewudhu’kan si mayit
sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam
hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah
dibungkus dengan kain yang dibasahi diantara bibir si mayit lalu menggosok
giginya dan kedua lubang hidung sampai bersih.
Setelah mewudhukan dianjurkan untuk mencuci rambut dan
janggutnya dengan busa perasan daun bidara. Bagi jenazah wanita, bila
rambutnya dikepang diurai terlebih dahulu baru dicucikan rambutnya.
Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit
dari bagian depan dilanjutkan ke bagian belakang dengan cara memiringkan
si mayit ke sebelah kiri petugas. Demikian pula anggota badan sebelah
kiri. Jumlah siraman dengan bilangan yang ganjil sampai dianggap bersih.
Hendaknya memandikan dengan menggunakan perasan daun bidara setiap kali
siraman atau sabun.
Setiap kali membasuh bagian perut si mayit, keluar kotoran
dari perutnya, hendaknya langsung dibersihkan.
Dianjurkan
siraman terakhir dengan menggunakan kapur barus.
10. Setelah selesai memandikannya hendaknya
mengeringkan dengan handuk atau sejenisnya.
11. Dianjurkan menyisir rambut
si mayit. Adapun jenzah wanita, rambutnya dikepang tiga dan diletakkan ke
belakang punggungnya.
12. Apabila masih keluar
kotoran setelah dimandikan, hendaklah menutup kemaluannya dengan kapas,
kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis lalu si mayit diwudhukan
kembali.
13. Janin yang gugur, bila
telah mencapai empat bulan jenazahnya hendaklah dimandikan, dikafani,
dishalatkan dan diberi nama.
14. Bila tidak terdapat air, si mayit cukup ditayamumkan saja. E. TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH
Tiga kain kafan dibentangkan dan disusun tiga lapis. Kain
kafan yang langsung bersentuhan dengan jenazah terlebih dahulu diberikan
wewangian. Kemudian meletakkan si mayit di atas kain kafan dalam posisi
terlentang. Lalu letakkan kapas yang telah dibubuhi wewangian pada
selangkangan si mayit atau pada lipatan tubuh yang lain.
Hendaklah menyediakan kain yang telah dibubuhi kapas untuk
menutup aurat si mayit dengan melilitkannya (seperti melilit popok bayi).
Hendaklah membubuhi wewangian pada lekuk-lekuk wajah si mayit
seperti dua mata, lubang hidung, bibir, kedua telinga dan ketujuh anggota
sujudnya. Dan dibolehkan juga membubuhi seluruh anggota badannya dengan
wewangian.
Lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan, baru
yang sebelah kiri sambil mengambil handuk penutup auratnya. Menyusul
lembaran kedua dan ketiga. Wewangian juga dibubuhkan di sela-sela ketiga
kain kafan tersebut dan bagian kepala si mayit.
lalu gulunglah sisa kain kafan pada ujung kepala dan kakinya
agar tidak lepas ikatannya. Kemudian lipat ke arah kaki dan kepalanya.
Jumlah sisa kain kafan sebelah atas lebih banyak daripada sisa kain kafan
di bagian bawah. Lalu ikatlah dengan tujuh utas tali (tali diikatkan di;
atas kepala, leher, dada, perut, paha, betis, dan setelah kaki). Dibolehkan
juga pengikatan kurang dari tujuh utas tali, sebab maksud pengikatan agar
kain kafan tersebut tidak lepas (terbuka).
Jenazah wanita dikafani dengan lima helai kain; kain sarung untuk
menutupi bagian bawahnya, baju kurung (yang terbuka sisi kanan dan kirinya),
kerudung untuk menutupi kepalanya, serta dua helai kain kafan yang
digunakan untuk menutupi sekujur tubuhnya.
F. KETENTUAN MANDI BAGI YANG MEMANDIKAN
JENAZAH dan BERWUDHU BAGI YANG MENANDU KERANDA JENAZAH
Disunnahkan bagi orang yang
telah memandikan jenazah untuk mandi. Rasulallah Shallallaahu ’AlaihiWa
Sallam bersabda;
”Barangsiapa telah selesai memandikan
jenazah, hendaklah ia mandi; dan barangsiapa yang mengangkatnya
hendaklah ia berwudhu.”
(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dari Abu Hurairah RA. At-tirmidzi menilainya
sebagai hadits hasan). G. MARAJI
Al-Albani, Syaikh Muhammad Nashiruddin, Hukum dan
Tata Cara Mengurus Jenazah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Bogor: Pustaka Imam
As-Syafi’i, 2005.
Al-Maktab At-Ta’awuni Li Ad-da’wah Al-Irsyad wa Tau’iyah Al-Jaliat
Fi Sulthanah, Cara Mudah Mengurus Jenazah, Jakarta: Pustaka
At-Tazkia, April 2006.
Al-Jibrin, Abdullah bin Abdurrahman, Tuntutan Shalat
dan Mengurus Jenazah, Solo: Penerbit At-Tibyan, 2002.
As-Sayyid Salim, Abu Malik
Kamal, Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka At-Tazkia, 2006.
Risalah Islam bersifat paripurna, menyentuh seluruh aspek kehidupan
manusia dari sejak ia belum menghirup udara dunia, sampai akhirnya kubur
menjadi huniannya. Ini juga menjadi pesona khas, bagi agama yang diemban
Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam . Sekali lagi,
sebagian keindahan Islam akan terbukti, dengan Anda menyimak sajian rubrik fiqih
kali ini. (Redaksi)
A.
HAL-HAL YANG HARUS DIKERJAKAN OLEH ORANG YANG SAKIT
1. Rela terhadap qadha dan qadar Allah, sabar dan berprasangka baik
kepadaNya.
2. Diperbolehkan untuk berobat
dengan sesuatu yang mubah, dan tidak boleh berobat dengan sesuatu yang haram,
atau berobat dengan sesuatu yang merusak aqidahnya; misalnya, seperti
datang kepada dukun, tukang sihir atau ke tempat lainnya.
Dari Abu Hurairah,dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau
bersabda:
Janganlah
salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, dan janganlah meminta
kematian sebelum datang waktunya. Apabila seorang di antara kalian meninggal,
maka terputus amalnya. Dan umur seorang mukmin tidak akan menambah baginya
kecuali kebaikan.
[HR Muslim].
4. Hendaknya
seorang muslim berada di antara khauf (rasa takut) dan raja' (berharap).
Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'anhu,
bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi seorang pemuda
yang dalam keadaan sakaratul maut; kemudian Beliau bertanya: “Bagaimana engkau
menjumpai dirimu?” Dia menjawab: “Wahai, Rasulullah! Demi Allah, aku hanya
berharap kepada Allah, dan aku takut akan dosa-dosaku.” Kemudian Rasulullah
bersabda:
Tidaklah
berkumpul dua hal ini ( yaitu khauf dan raja') di dalam hati seseorang, dalam
kondisi seperti ini, kecuali pasti Allah akan berikan dari harapannya dan Allah
berikan rasa aman dari ketakutannya.
[HR At Tirmidzi].
5. Wajib
baginya untuk mengembalikan hak dan harta titipan orang lain, atau dia juga
meminta haknya dari orang lain. Kalau tidak memungkinkan, hendaknya memberikan
wasiat untuk dilunasi hutangnya, atau dibayarkan kafarah atau zakatnya.
6. Hendaknya
bersegera untuk berwasiat sebelum datang tanda-tanda kematian.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
Tidak
sepatutnya bagi seorang muslim yang masih memiliki sesuatu yang akan
diwasiatkan untuk tidur dua malam kecuali wasiatnya sudah tertulis di dekatnya
[HR Al Bukhari].
Apabila hendak berwasiat dari hartanya, maka tidak boleh berwasiat lebih
banyak dari sepertiga hartanya. Dan tidak boleh diwasiatkan kepada ahli waris.
Tidak diperbolehkan untuk merugikan orang lain dengan wasiatnya, dengan tujuan
untuk menghalangi bagian dari salah satu ahli waris, atau melebihkan bagian
seorang ahli waris daripada yang lain.
B. HAL-HAL YANG DIKERJAKAN KETIKA SESEORANG
SAKARATUL MAUT
Mentalqin
(menuntun) dengan bacaan Laa ilaaha illallah.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu,
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَقِّنُوْا
مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
Tuntunlah
orang yang akan mati di antara kalian dengan bacaan Laa ilaha illallah.
[HR Muslim].
Dari Muadz bin Jabal Radhiyallahu
'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Apabila
kalian mendatangi orang sakit atau orang mati, maka janganlah berkata kecuali
yang baik, karena sesungguhnya malaikat mengamini yang kalian ucapkan.
[HR Muslim, Al
Baihaqi dan yang lainnya].
Tanda-Tanda
Kematian:
Para ulama
menyebutkan beberapa tanda, bahwa seseorang sudah bisa dikatakan mati. Di
antaranya:
Terhentinya
nafas.
Kedua
pelipisnya melemas.
Hidung
menjadi lunak.
Kulit
wajahnya menjadi lebih panjang.
Terpisahnya kedua telapak tangan dari kedua lengannya.
Kedua
kakinya melemas dan terpisah dari kedua mata kaki.
Tubuh
menjadi dingin.
Tanda yang
sangat jelas, yaitu adanya perubahan bau pada tubuhnya. [Lihat Fiqhun
Nawazil, Syaikh Bakr Abu Zaid (1/227), Asy Syarhul Mumti' (5/331)].
Tanda-tanda di
atas diketahui dengan tanpa menggunakan alat, dan ada tanda lain yang bisa
diketahui dengan alat-alat kedokteran.
3. Tidak
mengapa bagi seorang muslim untuk mendatangi seorang kafir yang dalam keadaan
sakaratul maut untuk menawarkan kepadanya agama Islam.
Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, beliau
berkata: Dahulu ada seorang budak Yahudi yang melayani Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Ketika dia sakit, maka Rasulullah menjenguknya. Beliau
duduk di dekat kepalanya. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
Masuklah ke
dalam agama Islam, maka dia melihat ke arah bapaknya yang berada di sampingnya.
Bapaknya berkata: “Taatilah Abul Qasim (ya'ni Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam).” Maka dia masuk Islam, kemudian Rasulullah keluar, dan Beliau berkata:
“Segala puji bagi Allah Yang telah menyelamatkan dia dari neraka."
[HR Al Bukhari].
C. HAL-HAL YANG DIKERJAKAN SETELAH SESEORANG MENINGGAL DUNIA
Disunnahkan untuk menutup kedua matanya.
Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menutup kedua mata Abu Salamah Radhiyallahu 'anhu ketika
dia meninggal dunia. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya
ruh apabila telah dicabut, akan diikuti oleh pandangan mata, maka janganlah
kalian berkata kecuali dengan perkataan yang baik, karena malaikat akan
mengamini dari apa yang kalian ucapkan.
[HR Muslim].
2.
Disunnahkan untuk menutup seluruh tubuhnya, setelah dilepaskan dari pakaiannya
yang semula. Hal ini supaya tidak terbuka auratnya. Dari Aisyah Radhiyallahu
a'nha, beliau berkata:
Tidak pantas bagi
mayat seorang muslim untuk ditahan di antara keluarganya.
[HR Abu Dawud].
Karena hal ini akan mencegah mayat tersebut dari adanya perubahan di
dalam tubuhnya. Imam Ahmadrahimahullah berkata: "Kehormatan
seorang muslim adalah untuk disegerakan jenazahnya." Dan tidak mengapa
untuk menunggu diantara kerabatnya yang dekat apabila tidak dikhawatirkan akan
terjadi perubahan dari tubuh mayit
Hal ini dikecualikan apabila seseorang mati mendadak, maka diharuskan
menunggu terlebih dahulu, karena ada kemungkinan dia hanya pingsan (mati suri).
Terlebih pada zaman dahulu, ketika ilmu kedokteran belum maju seperti sekarang.
Pengecualian ini, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama. [Lihat Asy
Syarhul Mumti' (5/330), Al Mughni (3/367)].
Syaikh Ibnu Utsaiminrahimahullah berkata: "Jika ada
orang yang bertanya, bagaimana kita menjawab dari apa yang dikerjakan oleh para
sahabat, mereka mengubur Nabi pada hari Rabu, padahal Beliau meninggal pada
hari Senin? Maka jawabnya sebagai berikut: Hal ini disebabkan untuk menunjuk
Khalifah setelah Beliau. Karena Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam
sebagai pemimpin yang pertama telah meninggal dunia, maka kita tidak mengubur
Beliau hingga ada Khalifah sesudahnya. Hal ini yang mendorong mereka untuk
menentukan Khalifah. Dan ketika Abu Bakar dibai’at, mereka bersegera mengurus
dan mengubur jenazah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena
itu, jika seorang Khalifah (Pemimpin) meninggal dunia dan belum ditunjuk orang
yang menggantikannya, maka tidak mengapa untuk diakhirkan pengurusan jenazahnya
hingga ada Khalifah sesudahnya.” [Asy Syarhul Mumti' 5/333].
4. Diperbolehkan untuk menyampaikan kepada orang lain tentang berita
kematiannya.
Dengan tujuan untuk bersegera mengurusnya, menghadiri janazahnya dan untuk
menyalatkan serta mendo’akannya. Akan tetapi, apabila diumumkan untuk
menghitung dan menyebut-nyebut kebaikannya, maka ini termasuk na'yu
(pemberitaan) yang dilarang.
5. Disunnahkan untuk segera menunaikan wasiatnya, karena untuk
menyegerakan pahala bagi mayit.
Wasiat lebih didahulukan daripada
hutang, karena Allah mendahulukannya di dalam Al Qur'an.
6. Diwajibkan untuk segera dilunasi hutang-hutangnya, baik hutang
kepada Allah berupa zakat, haji, nadzar, kaffarah dan lainnya.
Atau hutang kepada makhluk,
seperti mengembalikan amanah, pinjaman atau yang lainnya. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
Jiwa
seorang mukmin terikat dengan hutangnya hingga dilunasi.
[HR Ahmad, At
Tirmidzi, dan beliau menghasankannya].
Adapun orang yang tidak meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi
hutangnya, sedangkan dia mati dalam keadaan bertekad untuk melunasi hutang
tersebut, maka Allah yang akan melunasinya.
7. Diperbolehkan untuk membuka dan mencium wajah mayit. Aisyah Radhiyallahu
'anha berkata:
Aku melihat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Utsman bin Madh'un
Radhiyallahu 'anhu , saat dia telah meninggal, hingga aku melihat Beliau
mengalirkan air mata.
[HR Abu Dawud dan At
Tirmidzi].
Demikian pula Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu 'anhu, beliau
mencium Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau
meninggal dunia.
D. MEMANDIKAN MAYIT
1. Hukum memandikan dan mengkafani mayit adalah fardhu kifayah. Apabila
telah dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin, maka bagi yang lain gugur
kewajibannya. Dengan dalil sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang
seorang muhrim (orang yang mengerjakan ihram) yang terjatuh dan terlempar dari
untanya:
Mandikanlah
dia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dengan dua helai kainnya.
[Muttafaqun 'alaih].
2. Orang yang
paling berhak memandikan seorang mayit, ialah orang yang diberi wasiat untuk
mengerjakan hal ini. Seseorang terkadang berwasiat karena ingin dimandikan oleh
orang yang bertaqwa, orang yang mengetahui hukum-hukum memandikan mayit.
Dahulu Abu Bakar
Ash Shiddiq Radhiyallahu 'anhu berwasiat supaya dimandikan oleh
isterinya, yaitu Asma' binti Umais, kemudian dia (Asma' binti Umais)
mengerjakannya. Dikeluarkan oleh Malik dalam Al Muwatha', Abdur Razzaq dan Ibnu
Abi Syaibah.
Setelah orang
yang diberi wasiat, orang yang paling berhak untuk memandikan ialah bapaknya,
kemudian kakeknya, kemudian kerabat dekat dari ashabahnya (kerabat lelaki).
Jika mereka semua sama di dalam hak ini, maka diutamakan orang yang paling
mengetahui hukum-hukum mengurus jenazah.
olehkan bagi
suami atau isteri untuk memandikan pasangannya.
Diriwayatkan dari
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda kepada 'Aisyah
Radhiyallahu 'anha:
لَوْ مُتِّ
قَبْلِيْ لَغَسَلْتُكِ وَكَفَنْتُكِ
Seandainya engkau
mati sebelumku, pasti aku akan memandikan dan mengkafanimu.
[HR Ahmad,
Ibnu Majah, Ad Darimi].
4. Bagi seorang lelaki atau wanita, boleh memandikan anak yang di
bawah umur tujuh tahun, baik laki-laki atau perempuan.
Ibnul Mundzir
berkata,”Telah sepakat para ulama yang kami pegang pendapatnya, bahwa seorang
wanita boleh memandikan anak kecil laki-laki." Karena tidak ada aurat
ketika hidupnya, maka demikian pula setelah matinya. [Lihat Al Mulakhash Al
Fiqhi (1/207)].
Seorang muslim
tidak boleh memandikan dan menguburkan seorang kafir
Allah berfirman kepada
NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
Janganlah
engkau menyalatkan seorang yang mati di antara mereka selama-lamanya, dan
janganlah engkau berdiri di atas kuburnya, sesungguhnya mereka kafir kepada
Allah.
[At Taubah:84].
Yang dimaksud
dengan ayat tersebut, yaitu haram menguburnya seperti mengubur seorang muslim.
Akan tetapi kita gali untuknya lubang, kemudian dimasukkan mayat orang kafir ke
dalam lubang tersebut, atau ditutup dengan sesuatu. Karena Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan untuk melempar mayat-mayat kaum
musyrikin yang terbunuh dalam Perang Badar ke dalam satu sumur di antara
sumur-sumur yang ada di Badar. [HR Al Bukhari di dalam kitab Al Maghazi].
6. Kaifiyat
memandikan jenazah.
Hendaklah dipilih tempat yang tertutup, jauh
dari pandangan umum, tidak disaksikan kecuali oleh orang yang memandikan dan
orang yang membantunya. Kemudian melepaskan pakaiannya semula dipakainya
setelah diletakkan kain di atas auratnya, sehingga tidak terlihat oleh
seorangpun. Kemudian dilakukan istinja' terhadap mayit dan dibersihkan
kotorannya. Sesudah itu dilakukan wudhu' seperti wudhu' ketika akan shalat.
Akan tetapi, Ahlul Ilmi mengatakan, tidak dimasukkan air ke dalam mulut dan hidungnya,
namun diambil kain yang dibasahi dengan air, lalu dipakai untuk menggosokkan
giginya dan bagian dalam hidungnya, kemudian dibasuh kepala dan seluruh
tubuhnya, dimulai dengan bagian kanan.
Hendaknya
dicampurkan daun bidara ke dalam air. Daun bidara tersebut dipakai untuk
membersihkan rambut kepala dan janggutnya. Pada kali yang terakhir diberi kapur
(butir wewangian), karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan demikian kepada para wanita yang memandikan putrinya. Beliau
bersabda: "Ambillah kapur pada kali yang terakhir, atau sesuatu dari
kapur." Kemudian dikeringkan dan diletakkan di atas kain kafan. [70
Su'alan Fi Ahkamil Janaiz, Syaikh Muhammad Al 'Utsaimin, hlm. 6].
7. Tidak
diperbolehkan untuk mendatangi tempat pemandian mayit, kecuali orang yang akan
memandikan dan orang yang membantunya.
8. Ketika
memandikan mayit, perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
Yang wajib dalam memandikan mayit adalah
sekali. Apabila belum bersih, maka tiga kali dan seterusnya yang diakhiri
dengan hitungan ganjil. Dan disunnahkan untuk menyertainya dengan daun bidara
atau sesuatu yang membersihkan, seperti sabun atau yang lainnya. Hendaknya pada
kali yang terakhir, dicampurkan butir wewangian (kapur). Melepaskan ikatan
rambut dan membersihkannya dengan baik, menguraikan dan menyisir rambutnya,
mengikat rambut wanita menjadi tiga ikatan dan meletakkan di belakangnya.
Memulai memandikan dengan bagian tubuhnya yang kanan, anggota wudhu'nya
terlebih dahulu. [Lihat Ahkamul Janaiz, hlm. 48].
9. Apabila tidak
ada air untuk memandikan mayit, atau dikhawatirkan akan tersayat-sayat tubuhnya
jika dimandikan, atau mayat tersebut seorang wanita di tengah-tengah kaum
lelaki, sedangkan tidak ada mahramnya atau sebaliknya, maka mayat tersebut di
tayammumi dengan tanah (debu) yang baik, diusap wajah dan kedua tangannya
dengan penghalang dari kain atau yang lainnya.
Disunnahkan untuk mandi bagi orang yang telah
selesai memandikan mayit.
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa
yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa yang memikul
jenazah, maka hendaklah dia wudhu'.
[HR Ahmad, Abu Dawud
dan beliau menghasankannya].
11. Seorang yang mati syahid (terbunuh) di medan perang tidak boleh dimandikan, meskipun
dia dalam keadaan junub, bahkan dikubur dengan pakaian yang menempel padanya.
Bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur para syuhada'
Uhud dalam (bercak-bercak ) darah mereka, tidak dimandikan dan tidak
dishalatkan.
[HR Al Bukhari].
Hukum ini khusus bagi syahid ma'rakah (orang yang terbunuh di medan perang). Adapun
orang yang mati terbunuh karena membela hartanya atau kehormatannya, mereka
tetap dimandikan, meskipun mereka juga syahid. Demikian pula orang yang mati
karena wabah tha'un, atau karena penyakit perut, mati tenggelam atau terbakar.
Meskipun mereka syahid, mereka tetap dimandikan. Lihat Asy Syarhul Mumti'
(5/364).
12. Apabila janin yang mati keguguran dan telah berumur lebih dari
empat bulan, maka dimandikan dan dishalatkan. Berdasarkan hadits Al
Mughirah yang marfu':
Seorang anak
kecil (dan dalam satu riwayat, janin yang mati keguguran), dia dishalatkan dan
dido'akan untuk kedua orang tuanya dengan ampunan dan rahmat.
[HR Abu Dawud dan At
Tirmidzi].
Karena setelah empat bulan sudah ditiupkan padanya ruh, sebagaimana dalam
hadits tentang penciptaan manusia yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Mas'ud.
E. MENGKAFANI MAYIT
1. Yang wajib dari kafan adalah yang menutup seluruh tubuhnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di dalam hadits Jabir Radhiyallahu
'anhu :
Apabila salah
seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah memperbagus
kafannya.
[HR Muslim].
Ulama berkata: "Yang dimaksud dengan memperbagus kafannya, yaitu
yang bersih, tebal, menutupi (tubuh jenazah) dan yang sederhana. Yang dimaksud
bukanlah yang mewah, mahal dan yang indah." [Ahkamul Janaiz, 58].
2. Biaya kain kafan diambilkan dari harta mayit, lebih didahulukan
daripada untuk membayar hutangnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda tentang seorang yang mati dalam keadaan
ihram:
....وَكَفِّنُوْهُ
فِي ثَوْبَيْهِ
…
Kafanilah dia dengan dua bajunya.
[Muttafaqun
'alaih]
Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
untuk dikafani dengan pakaian ihram miliknya sendiri. Demikian pula kisah
Mush'ab bin Umair yang terbunuh pada perang Uhud, kemudian dikafani oleh
Rasulullah n dengan pakaiannya sendiri.
3. Disunnahkan untuk dikafani dengan tiga helai kain putih.
Karena Rasulullah dikafani dengan
tiga lembar kain putih suhuliyyah, berasal dari negeri di dekat Yaman.
Di beri wewangian dari bukhur (wewangian dari kayu yang dibakar).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Apabila kalian
memberi wewangian kepada mayit, maka berikanlah tiga kali.
[HR Ahmad].
4. Apabila ada beberapa mayit, sedangkan kain kafannya kurang, maka
beberapa orang boleh untuk dikafani dengan satu kafan dan didahulukan orang
yang paling banyak hafalan Al Qur'annya, sebagaimana kisah para syuhada
Uhud.
5. Kafan seorang wanita sama seperti kafan seorang lelaki.
Syaikh Ibnu Utsaimin
berkata: "Dalam hal ini telah ada hadits marfu' (kafan seorang wanita
adalah lima
helai kain, Pen). Akan tetapi, di dalamnya ada seorang rawi yang majhul (tidak
dikenal). Oleh karena itu, sebagian ulama berkata: “Seorang wanita dikafani
seperti seorang lelaki. Yaitu tiga helai kain, satu kain diikatkan di atas yang
lain." Lihat Asy Syarhul Mumti' (5/393) dan Ahkamul Janaiz, 65.
F. SHALAT JENAZAH (MENYALATKAN MAYIT)
1. Hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah berdasarkan keumuman
perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyalati
jenazah seorang muslim.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda tentang orang yang bunuh diri dengan anak panah:
صَلُّوْا عَلَى
صَاحِبِكُمْ
Shalatkanlah
saudara kalian.
[HR Muslim].
2.Tata cara shalat jenazah.
a. Imam berdiri sejajar dengan
kepala mayit lelaki dan bila mayitnya wanita, imam berdiri di bagian tengahnya.
Makmum berdiri di belakang imam. Disunnahkan untuk berdiri tiga shaf (barisan)
atau lebih. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa yang
menyalatkan jenazah dengan tiga shaf, maka sesungguhnya dia diampuni.
[HR At Tirmidzi]
b. Kemudian
bertakbir yang pertama, membaca Al Fatihah setelah ta'awwudz, tidak membaca
do'a iftitah sebelum Al Fatihah. Kemudian takbir yang kedua, membaca shalawat
kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana dalam tasyahhud.
Setelah takbir yang ketiga, membaca do'a untuk mayit. Sebaik-baik do'a adalah
sebagai berikut:
Wahai, Allah!
Ampunilah orang yang hidup di antara kami dan orang yang mati, yang hadir dan
yang tidak hadir, (juga) anak kecil dan orang dewasa, lelaki dan wanita kami.
[HR At Tirmidzi]
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan dari
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau menambahkan:
Wahai, Allah!
Orang yang Engkau hidupkan di antara kami, maka hidupkanlah dia di atas
keimanan. Dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, maka wafatkanlah ia di
atas keimanan. Wahai, Allah! Janganlah Engkau halangi kami dari pahalanya, dan
janganlah Engkau sesatkan kami sesudahnya.
Wahai, Allah!
Berilah ampunan baginya dan rahmatilah dia. Selamatkanlah dan maafkanlah ia.
Berilah kehormatan untuknya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah ia dengan
air, es dan salju. Bersihkanlah dia dari kesalahan sebagaimana Engkau bersihkan
baju yang putih dari kotoran. Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari
rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya semula, isteri yang lebih
baik dari isterinya semula. Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah dari
adzab kubur dan adzab neraka.
[HR Muslim dari 'Auf
bin Malik]
Apabila mayitnya seorang wanita, maka diganti dengan dhamir
muannats
(اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا ....)
c. Kemudian takbir yang keempat dan berhenti sejenak.
Kemudian salam ke arah kanan sekali salam
Syaikh Ibnu Utsaimin menegaskan: "Pendapat yang benar,
ialah tidak masalah (jika) salam dua kali, karena hal ini telah tertera di
sebagian hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam." [Lihat Asy
Syarhul Mumti' (5/424)]
Di antara dalil yang menunjukkan salam dua kali dalam shalat
jenazah, yaitu hadits Ibnu Mas'ud.
“(Ada) tiga kebiasaan (yang
pernah) dikerjakan Rasulullah n , namun kebanyakan orang meninggalkannya. Salah
satunya, (yaitu) salam dalam shalat jenazah seperti salam di dalam shalat.”
(HR Al Baihaqi).
Maksudnya,
dua kali salam seperti yang telah kita ketahui.
Syaikh Al
Albani menyatakan, diperbolehkan hanya dengan satu kali salam yang pertama
saja, karena hadits Abu Hurairah:
Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu shalat
jenazah; Beliau bertakbir empat kali dan salam satu kali.
(HR Ad
Daraquthni dan Al Hakim).
Al Baihaqi meriwayatkan
dari jalan Abul 'Anbas dari bapaknya dari Abu Hurairah.(Ahkamul Janaiz, 128).
Dan disunnahkan
untuk sirri (pelan) saat mengucapkan salam pada shalat jenazah.
d.Disunnahkan
mengangkat tangan pada setiap kali takbir.
Terdapat hadits yang shahih dari Ibnu Umar
secara mauquf, bahwasanya beliau mengerjakannya. Hadits ini memiliki
hukum marfu', karena hal seperti ini tidak mungkin dikerjakan oleh seorang
sahabat dengan hasil ijtihadnya.
Ibnu Hajar berkata: "Terdapat riwayat
shahih dari Ibnu Abbas, bahwasanya beliau mengangkat tangannya pada seluruh
takbir jenazah." [Diriwayatkan oleh Sa'id, di dalam At Talkhishul Habir
(2/147)].
TATA CARA SHOLAT JENAZAH BESERTA DOA-DOANYA.
Berawal
dari pertanyaan seorang teman yang baru melayat jenazah, ternyata dia
kebingungan tentang bacaan di raka’at takbir ke-3 dan ke-4 dari sholat jenazah
ini. Demikian saya tuliskan tatacara sholat jenazah. Semoga bermanfaat.
Shalat
Jenazah merupakan shalat yang tidak perlu ruku’ dan sujud. Yang kita lakukan
hanyalah berdiri, takbir sebanyak empat kali dengan diselingi bacaan dan doa
tertentu lalu salam.
Rukun Shalat Jenazah :
Shalat jenazah itu terdiri dari 8
rukun.
1. Niat
Shalat jenazah
sebagaimana shalat dan ibadah lainnya tidak dianggap sah kalau tidak diniatkan.
Dan niatnya adalah untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan
kepada-Nya dalam agama yang lurus , dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
(QS. Al-Bayyinah : 5).
Rasulullah SAW pun telah bersabda dalam haditsnya yang
masyhur :
Dari Ibnu Umar
ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya setiap amal itu
tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai niatnya.”
(HR. Muttafaqun Alaihi).
Niat
itu adanya di dalam hati dan intinya adalah tekad serta menyengaja
di dalam hati bahwa kita akan melakukan shalat tertentu saat ini.
2. Berdiri Bila Mampu
Shalat jenazah TIDAK SAH bila dilakukan sambil duduk atau di
atas kendaraan (hewan tunggangan) selama seseorang mampu untuk berdiri
dan tidak ada uzurnya.
3. Takbir 4 kali
Aturan ini
didapat dari hadits Jabir yang menceritakan bagaimana bentuk shalat Nabi ketika
menyolatkan jenazah. Dari Jabi ra bahwa Rasulullah SAW menyolatkan
jenazah Raja Najasyi (shalat ghaib) dan beliau takbir 4 kali. (HR. Bukhari
: 1245, Muslim 952 dan Ahmad 3:355)
Najasyi
dikabarkan masuk Islam setelah sebelumnya seorang pemeluk nasrani yang taat.
Namun begitu mendengar berita kerasulan Muhammad SAW, beliau akhirnya
menyatakan diri masuk Islam.
4.
Membaca Surat Al-Fatihah
5.
Membaca Shalawat kepada Rasulullah SAW
6. Doa Untuk Jenazah
Dalilnya adalah
sabda Rasulullah SAW : Bila kalian menyalati jenazah, maka
murnikanlah doa untuknya. (HR. Abu Daud : 3199 dan Ibnu Majah : 1947).
Diantara
lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW antara lain :
Allahummaghfir
lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’ madkhalahu,
waghsilhu bil-ma’i watstsalji wal-baradi.
Disukai (mustahab)
membentuk 3 shof di belakang imam berdasarkan hadits:
Abu Umamah r.a.
berkata: “Suatu ketika Rasulullah saw. menshalati jenazah dan bersamanya 7
orang makmum seraya menjadikan shaf pertama 3 orang, kemudian 2 orang dan
dibelakangnya lagi 2 orang
(H.R. Thabarani)
dan hadits :
Malik bin
Hurairah r.a. berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim
meninggal kemudian dishalati oleh 3 shaf orang islam kecuali wajiblah atasnya.”
(dalam riwayat lain “Kecuali pastilah diampuni dosa-dosanya”)
[Alloohummaghfir
lahu Warhamhu Wa ‘Aafihi Wa’fu ‘ahu, Wa Akrim Nuzulahu, Wa Wassi’ Madkholahu,
Waghsilhu Bil Maa’i WatsTsalji Wal Barodi, Wa Naqqihi Minal Khothooyaa Kamaa
Naqqaitats Tsaubal Abyadho Minad Danasi, Wa Abdilhu Daaron Khoiron Min Daarihi,
Wa Ahlan Khoiron Min Ahlihi, Wa Zaujan Khoiron Min Zaijihi, Wa Adkhilhul
Jannata, Wa A’idhu Min ‘Adzaabil Qabri]
Ya Allah,
Ampunilah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan
tempat-kanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia
dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana
Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik
dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih
baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik
daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari
siksa kubur dan Neraka.” (HR. Muslim 2/663)
[Alloohumaghfir
Lihayyinaa Wa Mayyitinaa Wa Syaahidinaa Wa Ghoo’ibinaa Wa Shoghiirinaa Wa
Kabiirinaa Wa Dzakarinaa Wa Untsaanaa. Alloohumma Man Ahyaitahu Minnaa Fa
Ahyihi ‘Alal Islaam, Wa Man Tawaffaitahu Minnaa Fatawaffahu ‘Alal
Iimaan. Alloohumma Laa Tahrimna Ajrahu Wa Laa Tudhillanaa Ba’dahu]
“Ya Allah!
Ampunilah kepada orang yang hidup di antara kami dan yang mati, orang yang
hadir di antara kami dan yang tidak hadir ,laki-laki maupun perempuan. Ya
Allah! Orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hidupkan dengan memegang
ajaran Islam, dan orang yang Engkau matikan di antara kami, maka matikan dengan
memegang keimanan. Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memper-oleh
pahalanya dan jangan sesatkan kami sepeninggalnya.” ( HR. Ibnu Majah 1/480,
Ahmad 2/368, dan lihat Shahih Ibnu Majah 1/251)
[Alloohumma Inna
Fulaanabna Fulaanin Fii Dzimmatika, Wa Habli Jiwaarika, Fa Qihi Min Fitnatil
Qobri Wa ‘Adzaabin Naari, Wa Anta Ahlal Wafaa’i Wal Haqqi. Faghfirlahu Warhamhu,
Innaka Antal Ghofuurur Rohiim]
“Ya, Allah!
Sesungguhnya Fulan bin Fulan dalam tanggunganMu dan tali perlindunganMu.
Peliharalah dia dari fitnah kubur dan siksa Neraka. Engkau adalah Maha Setia
dan Maha Benar. Ampunilah dan belas kasihanilah dia. Sesungguhnya Engkau, Tuhan
Yang Maha Pengampun lagi Penyayang.” (HR. Ibnu Majah. Lihat Shahih Ibnu Majah
1/251 dan Abu Dawud 3/21)
[Alloohumma
‘Abduka Wabnu Amatikahtaaja Ilaa Rohmatika, Wa Anta Ghoniyyun ‘An ‘Adzaabihi,
In Kaana Muhsinan, Fa Zid Fii Hasanaatihi, Wa In Kaana Musii’an Fa Tajaawaz
‘Anhu]
Ya, Allah, ini
hambaMu, anak ham-baMu perempuan (Hawa), membutuh-kan rahmatMu, sedang Engkau
tidak membutuhkan untuk menyiksanya, jika ia berbuat baik tambahkanlah dalam
amalan baiknya, dan jika dia orang yang salah, lewatkanlah dari kesalahan-nya.
(HR. Al-Hakim. Menurut pendapatnya: Hadits ter-sebut adalah shahih. Adz-Dzahabi
menyetujuinya 1/359, dan lihat Ahkamul Jana’iz oleh Al-Albani, halaman 125)